PENGENDALIAN HAMA TIKUS TERPADU
Pengendalian
Tikus sawah
sampai saat ini masih menjadi hama penting pada tanaman padi di Indonesia.
Sebaran populasinya cukup luas dari dataran rendah sampai pegunungan, dari
areal sawah sampai di gudang/perumahan. Kerusakan padi akibat serangan tikus
yang mencapai ribuan hektar dilaporkan pertama kali pada tahun 1915 di Cirebon,
Jawa Barat, selanjutnya tiap tahun terjadi peningkatan kerusakan tanaman padi
dengan intensitas serangan sebesar 35%. Pengendalian yang sesuai untuk saat
sekarang adalah pengendalian hama tikus terpadu, dengan komponen pengendalian
kultur teknis, hayati, mekanis, dan kimiawi.
Kultur teknik Tanam serempak.
Penanaman
serempak tidak harus bersamaan waktunya, jarak antara tanam awal dan akhir
maksimal 10 hari. Dengan demikian diharapkan pada hamparan sawah yang luas
kondisi pertumbuhan tanaman relatif seragam. Apabila varietas yang ditanam
petani berbeda, maka varietas padi yang berumur panjang sebaiknya ditanam lebih
dahulu, sehingga minimal dapat mencapai panen yang serempak.
Apabila
penanaman serempak, maka puncak populasi tikus menjadi singkat, yaitu ketika
masa generatif dan pakan tersedia, pada saat itu tikus sudah menempati areal
persawahan. Kepadatan populasi mulai turun pada 6-7 minggu setelah panen, tikus
mulai meninggalkan sawah dan kembali ke tempat persembunyiannya. Kondisi ini
tidak menguntungkan bagi perkembangan tikus, dan sangat berlainan apabila
penanaman padi tidak serempak yang memberi peluang tikus untuk lama tinggal di
persawahan karena pakan tersedia.
Meminimalkan
tempat persembunyian/tempat tinggal. Ukuran pematang sebaiknya mempunyai
ketinggian sekitar 15 cm dan lebar 20 cm, pematang seperti ini tidak mendukung
tikus dalam membuat sarang di sawah, sebab kurang lebar dan kurang tinggi bagi
mereka, sehingga tidak nyaman. Mereka memerlukan paling tidak tinggi dan lebar
pematang sekitar 30 cm. Lahan yang dibiarkan tidak diolah juga menjadi sarang
yang nyaman bagi tikus untuk sembunyi. Oleh karena itu pengolahan tanah akan
mempersempit peluang menjadi tempat persembunyian mereka.
Sanitasi.
Kebersihan sawah dan lingkungan sekitar sawah penting untuk diperhatikan, agar
tikus tidak bersarang disana. Menjelang panen, populasi tikus meningkat dan
mereka bersembunyi di sekitar sawah, maka tanah yang tidak ditanami akan tidak
disukai mereka apabila di genangi air.
Hayati,
Pemanfaatan musuh alami tikus diharapkan dapat mengurangi populasi tikus. Ular
sawah sebenarnya menjadi pemangsa tikus yang handal, hanya sekarang populasinya
di alam turun drastis karen ditangkap dan mungkin lingkungan tidak cocok lagi.
Burung hantu (Tito alba) kini mulai diberdayakan di beberapa daerah untuk ikut
menanggulangi hama tikus. Musang sawah juga memangsa tikus, namun sekarang sangat
sedikit populasinya dan sulit dijumpai di sawah.
Mekanis,
Pagar plastik dan perangkap sistem bubu. Pesemaian merupakan awal tersedianya
pakan tikus di lahan sawah, sehingga menarik tikus untuk datang. Pemasangan
pagar plastik yang dikombinasikan dengan perangkap tikus dari bubu dianggap
merupakan tindakan dini menanggulangi tikus sebelum populasinya meningkat. Cara
ini akan lebih efektif apabila petani membuat pesemaian secara berkelompok
dalam beberapa tempat saja, sehingga jumlah perangkap dan plastik sedikit.
Pemasangan
perangkap diletakkan pada sudut pagar plastik, pada sudut tersebut plastik
dilubangi sebesar ukuran lubang pintu perangkap. Sekitar perangkap diberi
rumput untuk mengelabuhi tikus, sehingga mereka tidak menyadari kalau sudah
masuk perangkap. Pagar plastik menggunakan plastik dengan lebar 50-75 cm dan
panjang secukupnya. Penggunaan pagar plastik tidak hanya untuk pesemaian,
tetapi dapat juga untuk lahan sawah dengan tujuan melokalisir tempat masuknya
tikus, yaitu mengarahkan ke lubang perangkap. Gropyokan. Cara ini banyak
dilaksanakan di pedesaan, dengan memburu tikus di sawah. Seringkali dilibatkan
anjing pelacak tikus dan jarring perangkap. Hasil gropyokan dapat dalam jumlah
banyak tangkapan, apabila menyertakan banyak petani secara serempak di areal
luas.
Kimiawi,
Umpan beracun. Cara pengendalian kimiawi dilakukan dengan menggunakan
rodentisida, berbahan aktif broditakum, bio madiolon, belerang, dan lainnya.
Dan fumigasi lubang aktif / liang umumnya pelaksanaan pengendalian ini dengan
memberikan umpan beracun kepada tikus. Namun sebelum dipasang umpan, perlu
pemantauan tikus apakah populasinya tinggi atau belum. Tiap petakan sawah
diberi sekitar 10 umpan, biasanya disediakan dulu umpan yang tidak beracun guna
mengelabuhi tikus untuk tetap memakan umpan. Baru setelah beberapa lama, umpan
beracun dipasang di sawah.
Fumigasi
lubang aktif / liang. Tindakan ini manjur dilakukan saat padi pada stadium awal
keluar malai dan pemasakan, karena merupakan stadium perkembangan optimal
tikus, yaitu induk dan anaknya berada dalam liang. Pengemposan sarang perlu
diperhatikan ukuran lubang dan diusahakan agar tidak terjadi kebocoran dan asap
maksimal mencapai sasaran. Pengemposan dapat dilanjutkan dengan pembongkaran
sarang tikus, untuk memaksimalkan hasil pengendalian.
Tikus yang
telah terbunuh/tertangkap hanya merupakan indikasi turunnya populasi. Yang
perlu diwaspadai adalah populasi tikus yang masih hidup, karena akan terus
berkembang biak dengan pesat selama musim tanam padi. Disamping itu monitoring
keberadaan dan aktivitas tikus sangat penting diketahui sejak dini agar usaha
pengendalian dapat berhasil. Cara monitoring antara lain dengan melihat lubang
aktif, jejak tikus, jalur jalan tikus, kotoran atau gejala kerusakan tanaman.
Dan tidak kalah pentingnya adalah mewaspadai terhadap kemungkinan terjadinya
migrasi (perpindahan tikus) secara tiba-tiba dari daerah lain dalam jumlah yang
besar. (BY. PANCARWATI S, PPL NGRAMPAL)